SEJARAH PENDIRIAN GEREJA KRISTEN
JAWA
DI GUNDIH DAN PERKEMBANGANNYA
|
I. JAMAN
HINDIA BELANDA SAMPAI 1942
Pada tanggal 4 Juni 1869 masuklah Injil yang berasal
dari Wonorejo (Pos Zending di Salatiga) ke Kaliceret, Kecamatan Kedungjati,
Kabupaten Grobogan. Dari tempat ini Injil merembes ke Dukuh Keceme (Desa
Suru, Kecamatan Geyer). Dari Dukuh Keceme, Injil merembes ke sebelah utara
Purwodadi, yaitu di Desa Demangan. Dari sini masuk ke Purwodadi yang diikuti
oleh seorang dokter yang bernama Dr.
Van Der Lee. Kecuali sebagai dokter, ia juga sebagai misonaris. Di tempat yang baru ini, beliau mendirikan rumah sakit
pembantu yang dinamakan “Help Zieken Huis”.
II.
JAMAN JEPANG
Penyebaran Injil pada jaman pendudukan Jepang
mengalami kevakuman, karena minimnya petugas PI. Hal demikian berlangsung
sampai Jaman Kemerdekaan.
III.
JAMAN KEMERDEKAAN
Beberapa saat setelah Proklamasi Kemerdekaan ada
seorang Mantri Juru Rawat yang beragama Kristen bernama Bp. Kartiko. Ia
ditugaskan pemerintah di poliklinik Gundih, Bp. Kartiko mempunyai pekerja
(tukang kebun), bernama Bp. Kaswadi. Ia bersimpati dengan agama Kristen yang
dipeluk oleh Bp. Kartiko. Akhirnya Bp. Kaswadi memeluk agama Kristen.
Awal
Perkembangan Agama Kristen
Medio
Desember 1959 datanglah di wilayah Kecamatan Geyer dua orang kakak beradik,
ialah Bp. Sidalyono dan Bp. Ngadio. Mereka berasal dari GKJ Pedan, Kabupaten
Klaten. Mereka mengemban tugas pemerintah untuk mengajar sebagai guru SR
(Sekolah Rakyat). Yang disebut pertama ditugaskan di SR Juworo, sedangkan
yang lain di SR Monggot.
Sebagai
umat Kristiani, setelah berdomisili ditempat yang baru, dicarinya
gereja/tempat beribadah. Menurut cerita Bp. Sidalyono, ia berjalan mencari
gereja dari Juworo ke Sumberlawang, karena alat transportasi belum sebanyak
sekarang, namun yang dicarinya (gereja) tak ditemukan. Pada kesempatan lain,
hari Minggu awal tahun 1960, ia meluangkan waktu untuk pergi ke Gundih perlu
mencari informasi tentang tempat dimana Gereja Kristen Jawa berada. Saat
mencari informasi tersebut, dengan tak disengaja bertemulah ia dengan seorang
ibu (namanya Ibu Prio) yang baru pulang dari kebaktian hari Minggu. Maka
terjadilah wawancara antara kedua orang tersebut. Dari hasil wawancara dapat
diketahui oleh Bp. Sidalyono, bahwa di Gundih belum ada gereja, yang ada
ialah rumah Bp. Kaswadi. Rumah tersebut bagian depan digunakan sebagai tempat
kebaktian pepanthan GKJ Purwodadi di Gundih. Menurut Bp. Sidalyono yang
datang di kebaktian tersebut pengunjungnya hanya lima orang, ialah Bp.
Kaswadi, Ibu Kaswadi, Ibu Prio, Bp. Sidalyono dan Bp. Ngadio. Kebaktian
tersebut yang melayani, ialah Bp. Domine Tabriwiryowasito atau Bp. Domine
Manguntenoyo secara bergantian.
Perkembangan
selanjutnya antara tahun 1960 sampai menjelang Gerakan G-30-S meletus di
Kecamatan Geyer datang beberapa orang Kristen, mereka ialah :
1.
Bp. Tugimin Digdokartomo sekeluarga
dari GKJ Prambanan. Pindah ke Gundih, karena ada mutasi di lingkungan Jawatan
Kereta Api.
2.
Bp. Hartono sekeluarga yang berasal
dari GKJ Gabus. Pindah ke Gundih, juga karena ada mutasi di Jawatan Kehutanan
Gundih.
3.
Bp. Hapsara, ialah penyusun buku
Sejarah Pendirian Gereja Kristen Jawa Gundih.
Santiaji dan Katekisasi
Kepada
orang-orang yang terlibat G-30-S atau yang sealiran/bersimpati terhadap PKI
pada awal tahun 1966 diberi Santiaji. Dalam memberikan santiaji, materinya
difokuskan pada ajaran agama, sebab komunis ialah ateis. Adapun agama yang
disahkan pemerintah pada saat itu, ialah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu
dan Budha. Untuk menjelaskan pengertian tiap-tiap agama tersebut, tokoh-tokoh
agama khususnya ditugaskan pemerintah di kantor-kantor Dinas Instansi
Kecamatan Geyer. Khusus agama Kristen, pemerintah setempat menunjuk tokoh
agama, yaitu Bp. S. Darmopaminto, seorang guru Injil/katekis yang berasal
dari GKJ Ngaringan. Ia datang di Gundih pada tahun 1962 dan selanjutnya
berdomisili di Gundih.
Kecuali
memberi Santiaji, Bp. S. Darmopaminto juga mengadakan kegiatan khusus, yaitu
memberi pelajaran katekisasi bagi mereka yang merasa terpanggil dan berminat
memeluk agama Kristen. Dalam memberikan katekisasi, Bp. S. Darmopaminto
dibantu oleh Bp. Rakijan (abiturien Sekolah Agama Kristen Surakarta) dan Bp.
Rusmin (alumnus Theologi Khusus di
Yogyakarta). Di samping mendapat bantuan dari kedua orang tersebut, agar
kegiatan katekisasi dapat berjalan lancar, dibentuk kelompok yang disebut
Kelompok Penggerak Katekisasi. Anggota-anggota kelompok tersebut, kebanyakan
terdiri dari guru-guru SD Jambangan. Mereka ialah Bp. Sucipto, Bp. Suhartono,
Bp. Dwi Purnomo dan Bp. Suparman Adi Nugraha.
Pada
awal tahun 1970, kelompok Penggerak Katekisasi tersebut melahirkan tiga puluh
jiwa pengikut Yesus Kristus dari dua belas keluarga di Dk. Kuncen, Desa
Jambangan.
PENDIRIAN
GEREJA KRISTEN JAWA DI GUNDIH
Adanya
katekisasi yang disuguhkan oleh Bp. Katakis S. Darmopaminto itu mendorong
semua warga negara etnis Cina di Kecamatan Geyer yang bersimpati terhadap
agama Kristen Protestan masuk menjadi warga GKJ, mengingat GKI belum lahir.
Mereka, ialah keluarga Bp. Elia Pribadi (Liem Siau Ing), Bp. Yoseph Nusantara
Putra (Liem Siau Poen), Bp. Suweno Utomo (Liem Siau Kiem), Bp. Weru Prasetyo
(Liem Siau Liat), Bp. Cipto Utomo (Tjan Yang Kwi), Bp. Harjowasito (Tjan Yang
Lie), dan Bp. Lukas Sunaryo (Kwik Kwan Lok).
Pada
tahun 1966 sampai tahun 1969 datang lagi warga Kristen (pendatang baru) yang
berasal dari :
1. Kalioso :
yaitu keluarga Bp. Suryosudiro sebagai
SK (Pejabat Kepala bagian jalan [ril] kereta api).
2. Sulawesi :
yaitu Bp. Makasau, sebagai Asper.
3. Mijen :
yaitu keluarga Bp. Sunoto, sebagai
Asper (Asisten Perhutani)
4. Blora :
yaitu Bp. Freddy Dwi Paryono, sebagai
Asper.
5. Daerah-daerah lain : yaitu orang-orang Kristen yang menjadi PNS di luar daerah
dipindahkan ke wilayah Kecamatan Geyer. Diantara mereka sudah berkeluarga dan
menetap di daerah dimana mereka ditugaskan.
Sehubungan
dengan banyak umat yang beragama Kristen di daerah Gundih, Sidang Klasis
Purwodadi memutuskan bahwa Gereja Kristen Jawa Gundih yang semula pepanthan
Purwodadi didewasakan menjadi Gereja Kristen Jawa Gundih (16 November 1969).
Dengan didewasakan Gereja Kristen Jawa Gundih, maka dibutuhkan pendeta dan
gereja induk.
|